Jelajah Jogja-Karanganyar-Magetan Bagian 11: Air Terjun Kedung Pudut dan Gereja Ayam Bukit Rhema
Senen, 19 Agustus 2019
Air Terjun Kedung Pedut
Hari ini sebenarnya ada
keperluan ke arah Nanggulan-Kulonprogo namun batal karena padahal sudah sampai
di lokasi. Untuk mengisi waktu jadi kami melihat-lihat Maps untuk mencari
lokasi wisata terdekat. Sebelumnya sudah pernah ke area Kulnprogo mengunjungi
Air Terjun Kembang Soka, Grojogan Sewu dan Sungai Mudal. Jadi pilihan jatuh ke
Air Terjun Kedung Pedut yang berada di aliran bawah Sungai Mudal dan Kembang
Soka. Dulu sempat batal ke Kedung Pedut karena hujan lebat dan air sungai
berwarna coklat. Meskipun beberapa hari lalu sudah sempat mengunjungi Air
Terjun Luweng Sampang dan tahu air sungai di Jogja umumnya kering namun kami
tetap mencoba ke Kedung Pedut sapa tahu di sini ada air nya.
Jarak Air Terjun ke Malioboro
sekitar 30km atau hampir 1 jam perjalanan menggunakan motor. Berbeda dengan
Gunung Kidul, sebenarnya Kulonprogo ini lebih subur jadi agak meyakinkan saya
kalau air terjun di sini kemungkinan masih ada airnya. Dan keyakinan ini jadi agak luntur ketika
melewati area Sungai Mudal karena sungai yang melintasi jalan raya yang kami
lewati kering dan tidak ada air nya. Begitu juga ketika melewati area Kembang Soka,
di pos depan seperti tidak ada kehidupan hehehe. Akhirnya sampai ke gerbang
petunjuk arah /pintu masuk ke Kedung Pedut. Sampai di area parkir kami mendapat
info bahwa debit air kecil dan air terjun utama yang berada di area bawah
sedang ditutup karena ada renovasi.
Setelah parkir dan membayar
tiket masuk Rp. 10.000/orang kemudian kami trekking sekitar 300m. Kondisi jalan
setapak ke arah air terjun sudah bagus, rapi dan bersih. Selain air terjun juga
ada wahana lain seperti flying fox dan spot selfie namun saat itu semuanya
tutup. Di sepanjang jalan kita bisa menemukan tempat istirahat, warung dan
toilet.
Kondisi jalan menuju air terjun |
Sampai di lokasi air terjun
yang berada di lembah dan dinaungi pepohonan terlihat air nya kering, hanya ada
sedikit genangan-genangan dan aliran air. Wah ternyata di luar dugaan, tidak
sesuai yang diinfo kan ke kami. Namun di sebuah kolam/leuwi terlihat satu
keluarga sedang berenang meskipun airnya sangat dangkal.
Debit air sangat kecil |
Debit air sangat kecil |
Turun ke undakan berikutnya
yang pas di atas air terjun utama terlihat tebing batu yang mengalir sedikit
debit air. Dan dari sini kami bisa melihat pekerja di bawah yang sedang
merenovasi tempat ini seperti membersihkan kolam yang ada di bawah air terjun,
memperbagus spot selfi dll. Karena zonk, akhirnya kami cuman tidur-tiduran di
saung yang lumayan adem. Bingung mau kemana, akhirnya kami memutuskan ke Gereja
Ayam Bukit Rhema yang jaraknya lumayan jauh sekitar 40km dari Kedung Pedut
Air terjun utama kering dan ditutup untuk renovasi |
Gereja Ayam Bukit Rhema
Berbalik arah dari Air Terjun
Kedung Pedut, mengandalkan Maps, kami menuju ke arah Bukit Rhema yang berada
tidak jauh dari Candi Borobudur ini. Meskipun berada di wilayah Magelang-Jawa
Tengah, candi ini sering diidentikkan dengan wisata Jogjakarta. Meskipun beda
propinsi namun mereka masih masuk Jawa bagian Tengah hehehehe.
Sampai di gerbang Borobudur
kami mengambil jalan ke arah kanan. Dari sini hanya berjarak sekitar 4km. Di
sebuah persimpangan nanti ada petunjuk arah ke Bukit Rhema, dan ada parkiran
buat motor dan mobil. Sebenarnya lokasi masuk pertama ini bukan yang resmi,
harusnya kami jalan terus hingga sampai ke parkiran yang berada dekat loket
Gereja Ayam. Dari parkiran kami trekking melewati jalan tanah berdebu sekitar
500m hingga sampai depan loket. Sampai loket pengunjung harus bayar tiket masuk
sebesar Rp. 15.000 per orang, nanti kita mendapatkan voucher yang ditukar
dengan makanan kecil dan minuman di Cafe Rakyat yang ada di gereja.
Dari loket ke Gereja kita
harus trekking, meskipun sudah ada anak tangga-anak tangga buat yang jalan kaki
namun ternyata cukup melelahkan karena bukitnya curam. Buat kalian yang gak
sanggup, di sediakan jeep di bawah untuk disewa.
Kondisi trek dari loket menuju gereja |
Sampai di atas kita langsung
berada di depan gereja, terlihat gereja yang fenomenal ini yang sebenarnya
berbentuk merpati bukan ayam, namun sudah terlanjut populer dengan sebutan
Gereja Ayam. Gereja yang sebelumnya terbengkalai dengan bentuk dan detail yang
sederhana dan cenderung berbentuk setengah jadi. Gereja yang menjadi buruan
pecinta fotografi dan selfie karena muncul di film Ada Apa Dengan Cinta 2 (AADC
2).
Sampai di pintu gereja pengunjung
akan di sambut oleh petugas, di sini kita akan dibriefing singkat dengan
menjelaskan mengenai keberadaan gereja ini. Seperti tahu apa yang ada dipikirin
pengunjung, pertama kali yang dijelaskan bahwa gereja ini bukanlah Gereja Ayan
namun Merpati, sebagai simbol perdamaian yang ditujukan untuk semua agama. Juga
dijelaskan ruang-ruang yang ada di setiap tingkat.
Sesuai misinya, di bagian
paling bawah kita bisa menemukan ruang-ruang doa pribadi, foto-foto yang
menggambarkan agama-agama di Indonesia. Yang unik di sini juga ada tempelan
doa-doa/keinginan yang di tempel di dinding gereja. Oh iya di salah satu sudut
gerja ini juga ada musholla (tapi saya tidak tahu persisnya karena hanya
membaca petunjuk arahnya saja). Naik ke atas nanti kita akan sampai di aula terbuka
tempat misa, namun terlihat tempat duduknya sedikit. Di sini kita bisa melihat
foto-foto lama sejarah pendirian gereja ini. terlihat pendiri gereja beserta
masyarakat sekitar bergotong-royong membangun gereja di puncak bukit dengan
akses yang sangat sulit ini.
Ruang doa |
Selanjutnya di bagian ujung
gereja kita bisa naik beberapa tingkat lagi, di setiap tingkat dipenuhi oleh
lukisan tentang Indonesia dan ajakan buat anak-anak muda untuk hidup sehat. Hingga
akhirnya kita sampai di bagian atas, ke bagian mahkota merpati. Untuk di catat,
pintu naik ke mahkota ini kecil, jadi buat pengunjung yang ukuran badannya gak
sesuai yah... tahu diri lah ya, gak usah memaksa naik... hehehe. Dari mahkota
merpati ini kita bisa melihat pemandangan sekeliling 360 derajat. Karena berada
di atas bukit pastilah pemandangannya sangat menakjubkan. Pegunungan, hutan, sawah/ladang
yang menghijau dan perkampungan yang masih asri. Dan juga terlihat samar-samar
Gunung Merapi yang tertutup kabut.
Pintu masuk yang sangat kecil |
Pemandangan dari mahkota |
Selanjutnya turun kembali ke
arah aula dan selanjunya menuju ke bagian belakang gereja (bagian ekor) dan naik
kembali beberapa tingkat dan sampailah kita di Cafe Rakyat. Di sini kita bisa
menukar voucher dengan ubi goreng yang renyah dan teh manis hangat. Selain menikmati
makanan gratis ini, pengunjung juga bisa memesan makanan dan minuman lain,
bayar tentunya hehehe. Dan dari balkon ini kita bisa menikmati hidangan ringan
ini sambil menunggu sunset dan menutup hari terakhir di Jogja menikmati
keindahan ciptaan Tuhan.
Baca juga link terkait:
- LavaTour Gunung Merapi dan Stonehenge
- Telaga Sarangan dan Air Terjun Tirtosari
- Grojogan Sewu
- Air Terjun Jumog dan Air Terjun Parang Ijo
- Candi Sukuh
- Candi Cetho, Taman Saraswati dan Candi Kethek
- Gumuk Pasir Parangkusumo dan sunset Watu Gupit
- Teras Kaca Pantai Nguluran
- Tebing Breksi dan Sendratari Ramayanan Prambanan
- Pantai Buron dan Pantai Gesing
- LavaTour Gunung Merapi dan Stonehenge
- Telaga Sarangan dan Air Terjun Tirtosari
- Grojogan Sewu
- Air Terjun Jumog dan Air Terjun Parang Ijo
- Candi Sukuh
- Candi Cetho, Taman Saraswati dan Candi Kethek
- Gumuk Pasir Parangkusumo dan sunset Watu Gupit
- Teras Kaca Pantai Nguluran
- Tebing Breksi dan Sendratari Ramayanan Prambanan
- Pantai Buron dan Pantai Gesing
Komentar
Posting Komentar
Leave you message here...!!!
Tinggalkan komentar Anda di sini...!!!!