Jelajah Jogja-Karanganyar-Magetan Bagian 6: Candi Sukuh

Dari Candi Cetho sudah lewat jam 11 siang, karena hari Jum’at jadi kami mencari Mesjid di sekitar sini untuk jumatan. Karena daerah ini mayoritas Islam (juga ada Hindu) jadi tidak sulit mencari Mesjid. Jalan-jalan di pedesaan ini mirip-mirip di Puncak Bogor atau Cipanas. Banyak terdapat kebun-kebun sayur dipinggir jalan juga penginapan-penginapan serta resto-resto. Akhirnya kami dapat mesjid yang tidak terlalu ramai dan tidak terlalu besar. Setelah Jum’at jemaah disuguhin makanan/gorengan dan teh manis.

Dari mesjid kami melanjutkan makan siang. Kami memilih sebuah resto yang berada di pinggir/lereng gunung dan dari saung-saungnya pengunjung bisa melihat pemandangan kota. Bukan hanya harganya yang tidak terlalu mahal, resto ini juga memiliki arsitektur tradisional yang membuat pengunjung merasa nyaman dan menyatu dengan alam. Setelah makan siang dan beristirahat kami melanjutkan ke spot berikutnya: Candi Sukuh

Candi Sukuh
Candi Sukuh ini berjarak sekitar 10km dari Candi Cetho atau tepatnya di Desa Berjo, kec. Ngargoyoso, kec. Karanganyar-Jawa Tengah. Sama seperti Candi Cetho, candi ini juga termasuk Candi Hindu (meskipun di relief candinya kita bisa melihat ukiran bangunan China dan orang-orang suku Inca).

Sampai di area candi kami mebayar tiket masuk Rp. 7.000, setelah membayar tiket kita memakai kain Bali (koyak-kotak hitam putih) yang di pasangkan oleh petugas yang berada di depan loket. Kita cukup membayar seiklasnya dengan memasukkan donasi ke kotak yang disediakan. Oh iya, dari guide kami mendapatkan info bahwa kain kotak-kotak ini lebih tepat disebut kain jawa bukan kain Bali karena aslinya kain ini berasal dari Jawa dan di bawa ke Bali sewaktu Hindu Jawa menyingkir ke Bali sewaktu kedatangan agama Islam.

Dari sini kita sudah bisa melihat bahwa bangunan ini juga berupa undakan-undakan dan piramida yang mengingatkan kita pada peninggalan suku Inca dan Piramid Mesir. Berada di lereng bukit, kia berasa berada di taman kota, karena terdapat rerumputan dan pohon-pohon besar. Begitu memasuki halaman candi kami di datangi oleh guide resmi, beliau memperkenalkan diri sebagai certified guide (nasional) yaitu Pak Joko. Daripada ke sini hanya mendapatkan foto, kalau menggunakan jasa guide kita juga akan mendapat cerita sejarah dan mitologi. Karena sudah certified seringkali guide kami ini menyampaikan info dengan menggunakan bahasa Inggris hehe.

Kompleks candi ini membujur dari timur ke barat. Ada beberapa teras/tingkatan di candi ini. Pertama-tama kami di bawa ke teras pertama yaitu gerbang utama. Di sini terdapat gapura, di sini terdapat relief berupa raksasa menelan manusia di sebelah kiri dan raksasa menggigit ekor ular di sebelah kanan, ini dalam bahasa jawa ditafsirkan sebagai gapura buta aban wong dan gapura buta anahut buntut yang mempunyai makna, 9, 5, 3, 1 atau kalau dibalik adalah 1359 yaitu tahun Saka atau 1437 Masehi yaitu tahun membuatan candi ini, tapi menurut guide kami bisa jadi candi ini dibuat jauh sebelumnya, lebih dahulu dibandingkan dengan Borobudur. Kedua relief ini juga mengandung filosofi tentang sifat manusia, dimana ular bearti sifat jahat dan kita harus mengendalikan sifat jahat.
Gapura utama Candi Sukuh
Sebenarnya jika menaiki anak tangga gapura ini di atas nya terdapat symbol Lingga dan Yoni (alat kelamin pria dan wanita) namun gerbang ini di tutup karena takut di rusak. Symbol ini adalah lambang kesuburan.  Di sisi samping juga terdapat relief garuda yang mencengkram ular (sama seperti gambar Garuda di GWK Bali).
Simbol Lingga dan Yoni
Memasuki teras kedua terdapat bebatuan/formasi yang menggambarkan 4 elemen yaitu tanah, air, udara dan api, di bagian tengah adalah elemen kelima yaitu hati manusia.

Naik ke teras ketiga melewati gapura dengan beberapa anak tangga untuk naik ke atas, gapura ini sudah rusak dan tidak ada atap. Di sisi kiri-kanan gapura terdapat patung penjaga. Salah satunya adalah patung gajah. Di teras ini tidak banyak terdapat patung-patung namun mempunya halaman yang luas.
Naik ke teras ketiga
Memasuki teras ketiga, di sinilah area utama dari candi. Di sini juga terdapat candi utama yang mirip piramida. Sebelum ke candi utama dan patungpatung di sekitarnya. Kami di ajak ke sisi kiri, dengan mengitari jalan setapak. Di sini terdapat patung-patung yang kata guide kami adalah gambaran evolusi. Kemudian terdapt beberapa panel-panel yang menggambarkan cerita tentang Nakula-Sadewa, Dewi Durga, kemudian tentang perselingkuhan dan hukuman karena perbuatan ingkar, juga relief Semar. Nah karena gide nya bercerita dengan cepat dan tidak semua cerita bisa masuk ke otak saya, jadi silahkan baca cerita lengkapnya di sini hahahahha. Candi Sukuh on Wikipedia.
Panel-panel yang menceritakan kisah-kisah Mahabrata
Menuju pelataran candi sebelah kiri terdapat relief mencolok seperti lambang ‘Love’ yaitu menggambarkan bentuk rahim wanita, di sini diceritakan tentang kejadian manusia dimulai dengan pertemuan pria dan wanita. Di bagian depan juga terdapat relief Garuda, yang menggambarkan sedang mencengkram  ular, yang menceritakan tentang perjalanan Garuda mencari air suci dan diganggu ular. Air suci ini juga digambarkan dalam bentu lubang di bebatuan candi.
Relief yang memperlihatkan cerita kejadian manusia
Ke bagian kanan terdapat patung besar kura-kura yang juga bisa kita lihat di Candi Cetho, ini adalah symbo Majapahit atau juga simbol menciptaan alam raya di Hindu. Tersembunyi, terdapat arca (tanpa kepala/rusak/dirusak) yang sedang memegang kelamin yang ereksi, di sini kita diceritakan makna simbol ini bahwa sebagai manusia kita harus menahan nafsu atau jika wanita harus berhati-hati terhadap pria. Patung ini menjadi perhatian banyak pengunjung ke sini dan menjadi viral seolah-olah candi ini adalah candi mesum/porno tanpa melihat candi keseluruhan dan makna serta cerita yang terkandung di dalamnya. Jadi buat kalian janganlah menjadi pengunjung seperti ini, atau kasarnya berotak mesum hehehe.
Foto yang identik dgn Candi Sukuh
Di bagiankanan ini juga terdapat banyak relief, dan yang menjadi perhatian terdapat relif manusia yang mirip suku Inca, terlihat dari ukiran telinganya.  Dari sini bisa kita simpulkan bahwa dari jaman dulu sudah ada hubungan luar negri antara Indonesia dengan dunia luar (Inca) atau bisa jadi adanya kunjungan dari bangsa Inca ke wilayah ini. Tidak salah sehingga candi ini sedikit terpengaruh bangunan suku Inca. Ada lagi arca yang menggambarkan wanita yang memasukkan jarinya ke kelamin, hal ini menggambarkan bahwa jaman dulu (sekarang masih dipraktekkan di desa-desa) jika seorang anak balita menangis tidak jelas di malam hari, maka ibunya memasukka jarinya ke kelaminnya dan mengusapkan ke kepala/wajah balita tersebut maka balita itu akan diam.
Salah satu relief yang memperlihatkan bangsa Inca (kanan)
Di halaman sebelah kanan terdapat patung-patung yang standalone, sendiri-sendiri yang mempunyai ukuran setinggi manusia normal. Namun sayang patung-patung ini sudah tidak ada kepala. Menurut guide kami, kepala-kepala patung ini di simpan dimusium (kami tidak masuk ke musium). Hanya saja patut diingat bahwa patung-patung dan relief di candi ini tidak terlalu detail seperti yang kita lihat di candi-candi lain seperti Prambanan, Borobudur dll. Mengingat pemahat candi ini adalah pemahat kayu bukan batu atau karena candi ini di buat pada masa akhir Majapahit.
Arca-arca yang rusak
Terakhir, kami menaiki puncak Candi, melewati anak tangga hingga sampai ke puncak yang berbentuk pelataran. Di sini biasanya yang beribadat memanjatkan doa dan bersemedi.
Menaiki puncak candi
Anak tangga-anak tangga untuk menuju puncak candi
Pemandangan dari atas candi
Di pintu keluar sebelah kiri terdapat panel, salah satunya Ganesha, yang menurut cerita guide kami adalah anak Dewi Parwati yang selingkuh dengan pengembala domba, dan karena dewa Siwa (istri Parwati) marah maka dipenggal kepala Ganesha. Meskipun banyak versi Ganesha ini namun Ganesha adalah Dewa ilmu Pengetahuan, dan simbol ini menjadi simbol Institut Teknologi Bnadung (ITB).
Panel terakhir di pintu keluar
Juga terdapat panel yang menggambarkan Bima yang berada di blaksmith (ruang pandai besi). Bima yang terkenal dengan kekuatannya bisa membuat peralatan perang, dan senjata hanya dengan menggunakan tangan bukan dipukul dengan palu seperti umumnya yang kita tahu. Terlihat pose Bima sedang memegang senjata yang mau dibentuk dengan tanga kanan siap memukul sementara banyak senjata yang sudah jadi terlihat di panel.

Terakhir keluar dari area Candi. Keluar bukan hanya mendapatkan foto-foto namun juga cerita, filosofi dan pengetahuan. Terima kasih Mr. Guide..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selabintana Juga Punya Curug Cibeureum..... !!!

Wisata Tenjolaya-Bogor Part X: Curug Ciseeng

Eksplor Desa Puraseda 4: Curug Puraseda dan Curug Tengah