"Tour de Java" Bagian 28: Mengunjungi Luweng Sampang dan Watu Langit-Jogjakarta
Masih di hari yang sama, setelah dari Umbul Ponggok, tak terasa sudah jam 11-an, kami harus kaluar dan mencari tempat
sholat Jumat. Kami menuju ke arah pusat kota Klaten untuk sholat Jumat di
Mesjid Raya Klaten sementara Sugi menunggu di tempat makan yang banyak berderet
di bagan depan mesjid. Habis Jumat kami istirahat sebentar dan melanjutkan ke
perjalanan ke Luweng Sampang.
Luweng Sampang
Sebenarnya kami sudah ke Luweng
Sampang ini bulan Agustus 2019 lalu, karena lagi puncaknya musim kemarau,
sungainya sangat kering dan hanya terlihat bebatuan. Kebetulan sekarang musim
hujan, saat yang tepat untuk berkunjung lagi. Karena kebanyakan air terjun
terutaa di daerah Kulonprogo sudah kami kunjungi, maka kali ini Luweng Sampang
mejadi tujuan utama.
Dari Mesjid Raya Klaten ke Luweng Sampang berjarak sekitar 18km
atau sekitar 30 menit perjalanan. Sekitar jam 13.30 kami mampir dulu ke sebuah
warung untuk makan siang. Meskipun dengan menu seafood, ternyata harga menunya
sangat murah-murah gak lebih dari Rp. 12.000.
Berbekal Maps kami menuju Luweng Sampang, karena dari Klaten,
berbeda jalur dengan kunjungan sebelumnya yang langsung dari Malioboro. Meskipun
sedikit membingungkan dan melewati jalan-jalan desa naik turun bukit akhirnya
kami sampai di Luweng Sampang. Parkir di parkiran di pinggir sungai yang di
jaga oleh kakek-kakek, tidak ada tiket masuk hanya bayar saja Rp. 5.000/motor
yang dibayar ketika mengambil motor.
Ternyata sesuai dugaan, air sungainya dialiri air meskipun tidak
besar namun setidaknya terlihat air terjunnya. Kami mengambil foto-foto dari
atas tebing yang menjadi daya tarik air terjun ini. Bebatuan tebing yang
berbentuk lekukan-lekukan, mirip tebing di Curug
Love-Bogor. Air terjunnya tersembunyi di ujung tebing, agak susah mengambil
fotonya keseluruhan jika dari atas.
Luweng Sampang dari atas |
Luweng Sampang dari atas |
Turun ke bawah melewai anak tangga-anak tangga hingga sampai ke
sungai yang lumayan luas. Air tejun Luweng Sampang ini membentuk kolam yang
tidak terlalu dalam. Dari depan terlihat batu tebing yang tersusun seperti kue
lapis berwarna coklat. Air sungainya lumayan jernih walaupun tidak sejernih air
pegunungan. Di depan kolam terlihat endapan pasir dan kerikil-kerikil yang
terbawa akibat erosi.
Bebatuan yang menjadi daya tarik Luweng Sampang |
Bebatuan yang menjadi daya tarik Luweng Sampang |
Bebatuan yang menjadi daya tarik Luweng Sampang |
Di aliran bawah terlihat air terjun kecil di mana terlihat
beberapa anak-anak sedang berenang dan bermain seluncurnan. Kelihatannya kolam
di sini lebih dalam dibanding air terjun utama. Alira selanjutnya hanya
terlihat hamparan bebatuan sepanjang sungai.
Air Terjun kecil di aliran bawah |
Tidak beberapa lama hujan turun, kami bertiga berteduh di seberang
sungai yang ada gazebo nya berharap hujan segera berhenti karena air terjunnya
pasti akan besar. Dalam hujan ada 2 orang pengunjung yang turun dan
berfoto-foto. Cukup lama kami menunggu hujan reda. Menunggu hujan reda di
seberang sungai ini adalah keputusan yang salah besar karena tiba-tiba debit
sungai menjadi sangat besar dan warnanya berubah jadi sangat keruh. Cukup panik,
mengingat pengalaman sebelumnya di Malang ketika ke Sumber
Pitu.
Mengingat menyeberang sungai tidak mungkin satu-satunya jalan adalah
ke atas melewati sisi tebing sebelah kiri, karena diatas sungainya lebih lebar
dan arusnya tidak sehebat dibawah. Buat saya sama Revan mungkin tidak masalah,
hanya saja kasihan sama Sugi, setelah bersusah payah akhirnya sampai di atas. Untung
menyeberang kami bertiga memegang tripod dan Alhamdulillah akhirnya selamat
meskipun jantung berasa mau copot.
Tanpa menunggu lama kami meninggalkan lokasi Luweng Sampang dalam
keadaan basah kuyup. Tujuan selanjutnya adalah ke Watu Langit.
Watu Langit Coffee and Resto
Sebenarnya cafe ini lokasinya gampang sekali di temukan kalau kita
dari bawah yaitu dari Tebing Breksi kemudian Candi Ijo dan terakhir Watu Langit
di area paling tinggi. Namun karena kami dari belakang, dari Luweng Sampang,
dalam suasana hujan dan tidak bisa melihat Maps akhirnya nyasar kemana-mana,
masuk pedesaan dengan jalan-jalan sepi dan gelap. Tiba-tiba jalan yang tadinya
jelek akhirnya ketemu jalan aspal mulus dan di sinilah lokasinya Watu Langit.
Karena berada di paling puncak, tidak heran kalau pengunjung cafe ini
ramai di sore hari karena ingin menikmati suasana sunset. Untuk ke kafe kita
menggunakan banyak anak tangga. Cafe nya sendiri ada di pinggir lembah dan dari
sini kita bis amelihat kota jogja dan awan tipis di atasnya.
Suasana di Watu Langit |
Suasana di Watu Langit |
Bukan hanya pemandangannya yang menjadi daya tarik, tapi suasananya
yang friendly. Tidak ada dinding-dinding, materialnya dari kayu dan bernuansa
etnik. Menu di sini adalah tradisional Jawa dan pransmanan dan order. Yang paling
mengejutkan adalah harganya, harga kaki lima dan tertera jadi pengunjung bis
alangsung lihat harga. Banyak menu-menunya masih di harga ribuan hingga belasan
ribu, sangat jarang di atas 20.000-an. Jadi jangan heran banyak sekali
keluarga-keluarga dan rombongan menghabiskan malam di sini.
Suasana dalam cafe |
Spot foto dalam cafe |
Di sini juga ada musholla dan toilet yang bersih. Jadi kalau kalian ke
Tebing Breksi dan Candi Ijo gak ada salahnya mampir ke cafe ini.
Baca juga link terkait:
Komentar
Posting Komentar
Leave you message here...!!!
Tinggalkan komentar Anda di sini...!!!!