5 Pesona Gunung Papandayan Bagian 2: Pondok Saladah Camping Ground, Hutan Mati dan Tegal Alun

Sabtu, 16 November 2019

Pondok Salada/Saladah
Setelah sarapan pagi dan beberes tenda kami melanjutkan perjalanan ke spot-spot selanjutnya di Gunung Papandayan ini. Trek pulang ini akan melewati Pondok Salada, Hutan Mati dan Tegal Alun yang selanjutnya melewati kawah hingga ke parkiran.

Dari Ghoeber Hut untuk ke Pondok Salada kami melewati jalan setapak yang ada di depan pos atau di samping kanan warung-warung. Melewati hutan dengan pepohonan yang terlihat homogen baik tinggi dan ukurannya (kurang tau apa nama pohonnya hehe), pepohonan yang mirip pohon bonsai tapi berukuran besar. Jalan setapak yang keami lewati ini berada tidak jauh dari tebing yang merupakan punca dari Gunung Papankdayan. Jalur ini bisa samar-samar terlihat jika kita berada di Hutan Mati. Jalur setapak ini berdampingan dengan jalur ojeg gunung.
Hutan di sekitar Pondok Saladah
Hanya sekitar 15 menit trekking akhirnya kami sampai di dataran yang sangat luas yaitu Pondok Salada. Jangan salah sangka dengan namanya yang terkesan nama sebuah cottage atau penginapan ya hehehe. Pondok Salada ini adalah nama camping ground/bumi perkemahan berupa la[pangan luas yang dikelilingi hutan dan berlatar rangkaian tebing yang merupakan puncak tertinggi  Gunung Papandayan. Di sekeliling lapangan luas ini terdapat deretan warung (ada Pos jaga juga) laksana di perkampungan hahahha. Karena masih Sabtu pagi, pengunjung masih belum pada datang, bisanya siang hingga sore akan banyak pengunjung yang berkemah di sini.

Buat kalian yang berkemah di sini jika dibandingkan di Ghoeber Hut tempat kami berkemah, di sini tidak bisa langsung menyaksikan matahari terbit, harus trekking sekitar 15 menit ke Hutan mati atau ke Ghoeber Hut. Hanya saja di sini lebih ramai dan tidak berhadapan langsung dengan angin gunung. Untuk gangguan babi hutan, menurut info, di Pondok Salada lebih banyak dibanding di Ghoeber Hut.
Pondok Saladah Camping Ground
Dari sini kita melanjutkan perjalanan ke spot berikutnya yaitu Hutan Mati. Tapi tunggu dulu, di tengah perjalanan kita bisa berhenti sejenak menikmati rumpun-rumpun Bunga Edelweiss. Menurut penglihatan saya, bunga Edelweiss di sini ukurannya jauh lebih kecil dibanding Bunga Edelweiss di Gunung Marapi-Bukittinggi yang dulu pernah saya daki.
Bunga Edelweiss di sekitar Pondok Saladah
Hutan Mati
Hutan Mati ini tidak berapa jauh jaraknya dari Pondok Salada, sekitar 10-15 menit saja. Hutan mati ini berupa hamparan luas (yang dulunya) hutan yang hanya menyisakan pohon-pohon mati. Hutan Mati ini terbentuk karena letusan dasyat Gunung Papandayan yang membakar hutan di sekitar kawah. Letusan ini meninggalkan batang-batang pohon yang hangus dan berwarna hitam kontras dengan area sekitarnya yang berwarna putih. Namun pohon-pohon ini mulai banyak yang roboh atau hancur termakan usia atau juga karena ulang pengunjung saat mengambil foto.
Pemandangan di Hutan Mati
Pemandangan di Hutan Mati
Pemandangan di Hutan Mati (sebelah kiri adalah Kawah Papandayan)
Karena Hutan Mati ini persis berada persis di atas kawah Papandayan berupa tebing, jadi pengunjung dilarang mendekati pinggir tebing dengan dipasang pagar kayu. Dari sini kita bisa melihat pemandangan Ghoeber Hut dari kejauhan, kawah Papandayan, Gunung Cikuray dan puncak tertinggi Gunung Papandayan berupa hutan. Di sini juga kita bisa menemukan jalur air berupa kali kecil yang mengalir dari puncak gunung.
Pemandangan di Hutan Mati (dari Tegal Alun)
Tegal Alun
Dalam bahasa Sunda, tegal alun bisa bearti ladang yang luas. Benar, lapangan yang luas ini berada di puncak Gunung Papandayan. Apa sih istimewanya di sini? Karena di sinilah kita menemukan padang luas yang berisi tanaman abdai, Edelweiss. Tanaman yang sudah masuk pada Flora yang dilindungi, jadi kalau kalian tertangkap mengambil/membawa tanaman ini maka akan berhadapan dengan hukum.

Untuk ke Tegal Alun ini, kita harus menuju puncak gunung dari Hutan Mati. Jalur nye dari hutan mati terlihat seperti lembah/ppertemuan dua bukit. Melewati area ini kita akan memasuki hutan yang pohonnya kecil dan rapat. Karena berada di puncak, maka pemandangannya sangat indah, terlihat gugusan pegunungan dan anak Gunung Papandayan. Di kiri kana adalah lembah hijau yang merupakan habitat macan tutul dan babi hutan. Agak deg-degan juga sih melewati jalur ini apalagi sangat sepi.
Tanjakan Mamang
View perjalanan ke Tegal Alun
Di jalur ini ada tanjakan yang dikenal dengan nama Tanjakan Mamang berupa tanjakan curam yang memaksa saya meninggalkan tas kerel yang berisi semua peralatan berkemah, dan di geletakkin di jalan. Udah gak peduli yang penting sampai di Tegal Alun hahahaha. Melewati tanjakan ini sampailah di area hutan yang datar, berjalan sekitar beberapa puluh meter keluar hutan...... voila sampai lah di Tegal Alun.... senangnya.......!!
Padang Edelweiss di tegal Alun
Padang Edelweiss di tegal Alun
Padang Edelweiss di tegal Alun
Senang dan sedih tepatnya! Karena tidak sesuai dengan ekspektasi karena kalau dilihat dari foto-foto lama yang beredar di internet, sekarang kondisinya memprihatinkan, sebagian besar sudah mati dan kering. Saya tidak tahu apakah karena kemarau panjang atau karena penyakit?. Yang tumbuh subur sebagian besar berada di perbatasan dengan hutan walaupun di bagian tengah masih terlihat yang masih subur. Kami tidak terlalu jauh masuk ke Tegal Alun ini apalagi mendekati hutan yang ada di bagian ujung. Puas mengambil foto-foto di sini kamipun melanjutkan perjalanan turun.

Makin siang pengunjung semakin banyak, umumnya berkumpul di pertigaan kawah karena di sini ada gardu pandang dan warung-warung tempat istirahat. Di salah satu warung kami istirahat sambil makan makanan kecil dan buah-buahan sambil memandang pemandangan hijau di bawah sana dan hilir mudik wisatawan. Tengah hari kami meninggalkan Papandayan.... pulang dan siap berbagi cerita.......




Istirahat sambal menikmati pemandangan pegunungan
Baca juga link terkait:


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selabintana Juga Punya Curug Cibeureum..... !!!

Wisata Tenjolaya-Bogor Part X: Curug Ciseeng

Eksplor Desa Puraseda 4: Curug Puraseda dan Curug Tengah