Wisata Sejarah Banten Lama Bagian 2: Mesjid Agung Banten, Museum Kepurbakalaan Banten Lama, Mesjid Pecinan Tinggi, Vihara Avalokistevara, Benteng Speelwijk dan Pelabuhan Karangantu

Lanjutan dari tulisan sebelumnya, spot selanjutnya sewaktu mengunjungi Banten Lama adalah:

Mesjid Agung Banten
Mesjid Agung ini dibangun bersamaan dengan Istana Surosoan oleh raja pertama Kesultanan Banten. Pembangunannya dilanjutkan oleh penguasa setelahnya. Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa, pembangunan mesjid ini dilanjutkan. Bangunan utama menyerupai Pagoda bertumpuk lima didesign oleh seorang arsitek China bernama Tjek Ban Tjut. Sementara itu menara mesjid yang bergaya Eropa didesign oleh arsitek Belanda yang bernama Hendick Lucasz Cardeel.

Oh iya, mengenai Cardeel ini, dia merupakan pelarian dari Batavia yang berlindung ke Banten kemudian memeluk agama Islam. Cardelel juga ikut serta merehab Istana Surosoan yang terbakar (1675?). Huru-hura di Banten karena Sultan Haji (Abu Nashr Abdul Kahhar) ingin segera ayahnya Sultan Ageng Tirtayasa untk segera mengangkat dirinya menjadi Sultan Banten. Peristiwa ini adalah noda bagi sejarah Kesultanan Banten. Sultan haji yang terkepung pasukan Sultan Ageng Tirtayasa mengirim Cardeel ke Batavia (Jakarta sekarang) untuk meminta bantuan VOC. Tahun 1682 Banten diserang dan menyelamatkan Sultan Haji. Atas jasa Cardeel, dia diberi gelar Pangeran Wiraguna. Kelak setetah kematian Sultan Haji, Pangeran Wiraguna kembali ke Batavia, menjadi rakyat biasa dan kembali menjadi Nasrani. Dan Wiraguna mengusahakan sebuah hutan kecil dipinggir kota yang sekarang kita sebut Ragunan (dari kata wiragunan).
Kompleks Mesjid Agung yang sedang di revitalisasi
Ramai peziarah yang dating ke Mesjid Agung Banten
Mesjid ini manjadi tujuan ziarah banyak warga baik dari Banten ataupun dari luar Banten. Jadi pas weekend in pengunjungnya sangat ramai. Di serambi kiri masjid ini terdapat kompleks makam para Sultan Banten dan keluarganya, yaitu Maulana Hasanuddin dengan Permaisurinya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Abu Nashr Abdul Kahhar atau Sultan Haji. Sementara di serambi kanan, terdapat makam Sultan Maulana Muhammad, Sultan Zainul Abidin, Sultan Abdul Fattah, Pangeran Aria, Sultan Mukhyi, Sultan Abdul Mufakhir, Sultan Zainul Arifin, Sultan Zainul Asikin, Sultan Syarifuddin, Ratu Salamah, Ratu Latifah, dan Ratu Masmudah. Dan sekarang area mesjid ini dilakukan revitalisasi dan bernuansa modern dengan dibangunnya payung-payung besar seperti di Mesjid Baiturrahman Aceh atau Mesjid Agung Jawa Tengah. Karena kami memakai celana pendek jadi memutuskan tidak memasuki area mesjid dan hanya mengambil foto-foto dari luar saja.
Hanya bias berfoto di pagar depan
Museum Kepurbakalaan Banten Lama
Musium ini masih dalam lingkungan Mesjid Agung Banten atau Istana Surosoan, bangunan ini terlihat seperti bangunan baru (mungkin baru di renovasi). Jadi kalau kalian menuju Mesjid Agung, maka museum ini berapa persis di sebelah kiri sebelum pagar mesjid.

Begitu memasuki pintu musium kita akan di sambut oleh petugas (sepertinya anak-anak kuliah yang kerja praktek), kita akan diminta untuk mengisi buku tamu, bukan dimintain duit ya hehehhe, karena memasuki musium ini gratis. Dan enaknya lagi meskipun hari minggu, musium ini tetap buka. Begitu masuk kita akan melihat langsung beberapa gerabah besar meskipun tidak utuh tapi sudah memberi tahu kepada pengunjung bahwa gerabah ini umurnya sudah sangat tua.
Aula depan musium
Di sebelah kiri kita bisa melihat cerita kejayaan Kesultanan banten pada masa lalu, ramainya pelabuhan dengan kapal-kapal asing, dan denah kota Banten Lama. Juga terlihat utusan Kerajaan Banten ke Inggris untuk membeli peralatan perang dll. Juga di sini kita bisa melihat teknologi penyaringan air dari Danau Tasikardi hingga mencapai Istana Surosoan. Di ruangan sebelah kanan kita juga bisa melihat gerabah-gerabah penginggalan masa lalu. Di sini juga bisa kita lihat cerita dari situs-situs yang ada di Banten Lama ini. Bukan hanya itu, di sini juga bisa kita lihat arca-arca Hindu penginggalan budaya sebelum masuknya agama Islam.
Salah satu sudut musium
Salah satu sudut musium
Teknologi penjernihan air sudah ada jaman dulu
Salah satu arca peninggalan era Hindu
Yang menarik juga di sini adalah adanya Meriam Ki Amuk yang berada di halam musium. Meriam ini adalah kembarannya Meriam Ki Jagur yang ada di Musium Fatahillah Kota Tua Jakarta. Banyak versi tentang keberadaan meriam ini. salah satu versi adalah meriam ini adalah pembirian Sultan Trenggono (Sultan Demak)  kepada Sultan Maulana Hasanuddin yang menikahi putri beliau.

Meriam yang unk ini mempunya simbol-simbol berupa tulisan Arab, motif-motif batik pengaruh China hingga Surya Majapahit. Untuk cerita lebih lengkap bisa dibaca di situs KemDikBud. Selain Meriam Ki Amuk, di sini juga banyak tersusun nisan-nisan beraksara Cina.
Meriam Ki Amuk
Penjelasan/sejarah Meriam Ki Amuk
Mesjid Pecinan Tinggi
Dari Mesjid Agung kita melanjutkan perjalanan melewati Jalan Raya Karangantu yang berada di sisi Istana Surosoan. Dari istana ini ke Mesid Pecinan Tinggi berjarak sekitar 1.5km. Mesjid ini berada di pinggi jalan raya jadi kami parkir di pinggir jalan karena tidak ada parkiran. Karena masih dalam tahap pembenahan dengan pemasangan pagar, paving blok dan taman jadi kami tidak bisa masuk hanya mengambil foto dari luar pagar.
Mesjid Pecinan Tinggi
Mesjid Pecinan Tinggi
Keberadaan mesjid ini belum jelas, salah satu teorinya adalah mesjid ini terbengkalai karena berdirinya Mesjid Agung Banten. Mesjid ini dibangun di area Pecinan untuk masyarakat Tionghoa yang beragama Islam dan merupakan salah satu mesjid tertua di Indonesia.

Vihara Avalokistevara
Vihara ini berada tidak jauh dari Mesjid Pecinan Tinggi sekitar 100m ke arah Pantai Pasir Putih. Bnguan teempat beribadah umat Budha ini adalah salah satu yang tertua di Indonesia. Bangunan didominasi warna merah dengan pagoda kecil di depannya. Vihara yang berdampingan dengan mesjid ini melambangkan toleransi umat beragama di Banten yang sudah ada dari jaman dulu.
Vihara Avalokistevara

Vihara Avalokistevara
Benteng Speelwijk
Benteng ini dibangun pada masa Sultan Ageng Tirtayasa yang diarsiteki oleh keturunan Tionghoa yang bergelar Pangeran Cakradana. Belanda tidak bisa menembus pertahanan benteng ini dan meminta bantuan orang dalam yaitu Cardeel yang merupakan orang kepercayaan Sultan Haji yang berhasil merebut kekuasaan ayahnya, Sultan Ageng Tirtayasa. Benteng ini dipugar atas bantuan Cardeel. Karena berfungsi untuk menghalau serangan dari laut jadi benteng ini dulunya berada dipinggir pantai hanya saja sekarang menjauh karena adanya pendangkalan. Sementara itu nama Speelwijk berasal dari nama gubernur Hindia Belanda yang berkuasa saat itu: Cornelis Janszoon Speelman.
Pemandangan dari atas Benteng Speelwijk
Salah satu sudut Benteng Speelwijk
Berada persis di depan Viihara Avalokistevara, kita cukup melintasi jembatan yang berada di atas sungai kecil yang terlihat mengering. Dikelilingi oleh taman dan lapangan yang luas, sisa reruntuhan benteng ini masih terlihat. Dengan ketinggian 3meter, kita bisa menaiki benteng ini yang berupa susunan bata merah. Masih terlihat menara pengawas di salah satu sudut benteng.

Di bawah terdapat lorong yang bisa dimasuki hingga ke bagian tengah benteng namun sayang banyak sekali nyamuk di dalamnya hehehe. Saat ini area benteng sedang dalam tahap mempercantik diri dengan pembenahan taman-taman dan jalan setapak.
Suasana dalam Lorong benteng
Pelabuhan Karangantu
Pelabuhan ini sudah ada dari jaman dahulunya dan masih bagian dari Banten Lama. Dari Benteng Speelwijk pelabuhan ini berjarak sekitar 3km. Dulu 2014 saya pernah  ke sini ketika menyeberang ke Pulau Tunda. Kali ini kami bukan bermaksud ke Pulau Tunda tapi mencari makan siang di sekitar pelabuhan.

Memasuki pelabuhan kami membayar Rp. 1.000 untuk satu mobil kemudian parkir di parkiran belakang Tempat Pelelangan Ikan (TPI), harap di catat, di sini tertulis bahwa parkiran gratis ya.... Ke TPI kami mencari ikan untuk makan siang, untuk ikan (lupa namanya) tapi bebadan pipih sekilo Rp. 40.000 dan cumi Rp. 75.000.  Sebagian untuk makan di tempat sementara sebagian lagi di bawa pulang. Kalau bawa pulang kita bisa beli kotak steorofoam yang ditambahin batu es sehingga sampai di Bogor masih fresh.
Ikan dan cumi ditimbang
Setelah memilih ikan kemudian di bawa ke warung untuk dimasak (warungnya dibelakang penjual ikan) dengan dibakar bumbu kari  ditambah sayur tumis kangkung, lalap, sambel dan minuman, dan kami membayar Rp. 75.000. Untuk menikmati makanan ini disediakan saung-saung terapung yang ada di pinggir area bakau. Hmmm.... sedaapnyo... menikmati makan siang setelah berpanas-panas dan capek keliling Banten lama....
Menikmati makan siang
Menu makan siang
Menu makan siang
Baca juga link terkait:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selabintana Juga Punya Curug Cibeureum..... !!!

Wisata Tenjolaya-Bogor Part X: Curug Ciseeng

Eksplor Desa Puraseda 4: Curug Puraseda dan Curug Tengah