Back to Bali 9: Desa Panglipuran
Hari ini saya, Revan dan Ira
yang kebetulan juga libur di Bali gabung dengan kita. Karena bertiga, kami
menyewa mobil yang dulu kami order via taksi online ketika pulang dari
Lembongan (Pantai Sanur) ke Kuta. Kebetulan driver nya (Putu) memberikan no
telp. nya untuk dihubungi kalau butuh. Untuk ini kami sewa mobilnya Rp. 550.000
sudah termasuk BBM. Karena warga lokal jadi sudah tahu jalan dan kebetulan
orangnya juga suka ngobrol dan lucu dan suasana bisa cair di sepanjang
perjalanan.
Desa Panglipuran
Desa Panglipuran
Nah buat kalian yang belum
mengetahui mengenai desa ini, mungkin ada baiknya kita mengenalnya terlebih
dahulu. Desa Panglipuran ini sudah ada dari jaman Kerajaan Bangli ratusan tahun
lalu. Desa ini berjarak berjarak hampir
60km dari Kuta dan di tempuh dalam waktu sekitar 2 jam. Bangli berada dekat
Gianyar yang kemaren kami tempuh menggunakan motor. Karena berada di ketinggian
500-600m makan desa ini lumayan sejuk.
Desa Panglipuran berasal dari kata ‘pengeling’ dan ‘pura’ yang bearti mengingat pura/leluhur sementara itu ada menyebutkan bisa bearti ‘lipur’ (hibur) jadi Panglipuran bisa bearti penghiburan karena Raja Bangli dulu nya sering ke desa ini untuk melakukan meditasi. Desa ini memegang prinsip Tri Hita Karana dalam ajaran Hindu yang mempunyai filosofi keseimbangan antara Tuhan, Manusia dan Lingkungan sekitar. Tidak heran kalau desa ini pernah mendapat penghargaan Kalpataru di tahun 1995. Desa ini juga disebut salah satu desa terbersih di dunia selain Desa Giethoorn di Belanda dan Desa Mawlynnong di India.
Sepanjang perjalanan kami ke Desa Panglipuran, Putu menjawab semua pertanyaan kami dan juga bercerita mengenai adat dan budaya Bali juga mengenai lokasi wisata yang kami tuju sehingga perjalanan tidak begitu terasa.
Perjalanan sangat menyenangkan, karena di sepanjang jalan kami banyak melewati desa-desa adat yang teratur, rapi dan bersih apalagi jika ada acara adat dimana disepanjang jalan desa di pasang janur-janur sehingga terlihat semarak. Karena Bangli berada di perbukitan, jalur yang kami lewati sebagian besar daerah perbukitan dengan pemandangan alam pedesaan yang masih terlihat asri.
Beberapa ratus meter memasuki gerbang desa wisata, dipinggir jalan terdapat tempat pembayaran karcis (kami melewatinya karena tidak ada loket karcis) dan membayar Rp. 15.000/orang (guide tidak bayar) dan sudah termasuk biaya parkir (umumnya di Bali tidak ada biaya parkir). Beebrapa ratus meter kemudian kita sampai di parkiran desa wisata. Terlihat lumayan banyak wisatawan yang datang hari ini, meskipun ini hari Senen mungkin karena bertepatan dengan jadwal libur anak-anak sekolah.
Desa Panglipuran berasal dari kata ‘pengeling’ dan ‘pura’ yang bearti mengingat pura/leluhur sementara itu ada menyebutkan bisa bearti ‘lipur’ (hibur) jadi Panglipuran bisa bearti penghiburan karena Raja Bangli dulu nya sering ke desa ini untuk melakukan meditasi. Desa ini memegang prinsip Tri Hita Karana dalam ajaran Hindu yang mempunyai filosofi keseimbangan antara Tuhan, Manusia dan Lingkungan sekitar. Tidak heran kalau desa ini pernah mendapat penghargaan Kalpataru di tahun 1995. Desa ini juga disebut salah satu desa terbersih di dunia selain Desa Giethoorn di Belanda dan Desa Mawlynnong di India.
Sepanjang perjalanan kami ke Desa Panglipuran, Putu menjawab semua pertanyaan kami dan juga bercerita mengenai adat dan budaya Bali juga mengenai lokasi wisata yang kami tuju sehingga perjalanan tidak begitu terasa.
Perjalanan sangat menyenangkan, karena di sepanjang jalan kami banyak melewati desa-desa adat yang teratur, rapi dan bersih apalagi jika ada acara adat dimana disepanjang jalan desa di pasang janur-janur sehingga terlihat semarak. Karena Bangli berada di perbukitan, jalur yang kami lewati sebagian besar daerah perbukitan dengan pemandangan alam pedesaan yang masih terlihat asri.
Beberapa ratus meter memasuki gerbang desa wisata, dipinggir jalan terdapat tempat pembayaran karcis (kami melewatinya karena tidak ada loket karcis) dan membayar Rp. 15.000/orang (guide tidak bayar) dan sudah termasuk biaya parkir (umumnya di Bali tidak ada biaya parkir). Beebrapa ratus meter kemudian kita sampai di parkiran desa wisata. Terlihat lumayan banyak wisatawan yang datang hari ini, meskipun ini hari Senen mungkin karena bertepatan dengan jadwal libur anak-anak sekolah.
Begitu memasuki gerbang dan
gang, suasana adem dan asri sudah sangat terasa. Apalagi kami sampai di jalan
utama yang membelah desa ini menjadi 2. Jalan ini membagi dua desa yaitu arah
barat dan timur, dan tanah-tanah nya di bagi menjadi 38 area yang sama sehingga
di total menjadi 76 kapling. Semua rumah di sini mirip—mirip juga pagar dan
gerbangnya. Bangunan di sini banyak menggunakan bambu yang memang di lestarikan
di sini sehingga hutan bambu mendominasi luas desa ini.
Desa ini di bagi menjadi 3
bagian atau prinsip Tri Mandala. Zona paling atas yaitu berupa Pura (Utama Mandala),
dimana zona ini adalah tempat tinggal Dewa, di sini terdapat Pura Utama tempat
pemujaan terhadap Dewa Brahma. Meskipun terdapat Pura Utama, dimasing-masing
rumah juga terdapat Pura yang lebih kecil. Pintu Pura tertutup buat umum, hanya
diperkenankan untuk beribadah. Dari area pura ini kita bisa melihat ke bawah,
ke arah desa yang rapi dan bersih ini.
Zona Madya Mandala adalah
zona tempat tinggal manusia. Seperti yang dijelaskan di atas. Terdapat 38
kavling di kiri dan 38 kavling dikanan sehingga berjumlah 76 kavling. Bagian ini
berundak mengikuti kontur bukit. Menjadi daerah destinasi wisata, masyarakat di
sini mensupport pariwisata dengan menjual makanan dan minuman tradisional,
buah-buahan yang ditempatkan di nampan-nampan tradisional serta menjual aneka
cendera mata. gang-gang, rumah-rumah dan
gerbang-gerbang tua di sini sangat artistik sehingga pengunjung bisa berfoto di
sudut mana saja dan betah berlama-lama di sini.
View dari Pura |
Suasana di Madya Mandala |
Suasana di Madya Mandala |
Suasana di Madya Mandala |
Zona paling bawah adalah
Nista Mandala yaitu kuburan yang terdapat pura tempat pemujaan Dewa Siwa. Kami tidak
ke area ini.
Karena pengunjung sangat ramai hilir mudik tentu buat para penggemar foto sedikit menyusahkan, perlu kesabaran dan waktu yang tempat untuk mengambil foto di saat sepi. Dan semakin siang jumlah pengunjung selalu bertambah.
Sudah menjelah tengah hari, kami melanjutkan perjalanan ke wisata air terjun terdekat dan masih di Bangli yaitu Air Terjun Tukad Cepung.
Baca juga link terkaitKarena pengunjung sangat ramai hilir mudik tentu buat para penggemar foto sedikit menyusahkan, perlu kesabaran dan waktu yang tempat untuk mengambil foto di saat sepi. Dan semakin siang jumlah pengunjung selalu bertambah.
Sudah menjelah tengah hari, kami melanjutkan perjalanan ke wisata air terjun terdekat dan masih di Bangli yaitu Air Terjun Tukad Cepung.
- Air Terjun Goa Giri Campuhan (GGC)
- Air Terjun Tukad Cepung
- (Air Terjun) Goa Rang Reng dan Air Terjun Kanto Lampo
- Air Terjun Tegenungan
- Air Terjun Tibumana dan Air Terjun Pengibul
- Green Bowl dan Pantai Melasti- Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK)
- Air Terjun Tukad Cepung
- (Air Terjun) Goa Rang Reng dan Air Terjun Kanto Lampo
- Air Terjun Tegenungan
- Air Terjun Tibumana dan Air Terjun Pengibul
- Green Bowl dan Pantai Melasti- Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK)
Komentar
Posting Komentar
Leave you message here...!!!
Tinggalkan komentar Anda di sini...!!!!