Alam Minangkabau: Langkuik Burai-burai dan Langkuik Hulu Banda
Selasa,
27 Juni 2017
Dari
Padang Panjang, kami menginap di rumah di Kota Padang. Hari ini kami berencana
silaturahmi ke kampung ipar saya di nigari Sikucua, Kampung Dalam, Kab. Padang
Pariaman. Dari Kota Padang berjarak sekitar 80km. Kabupaten ini dulu beribu
kota Pariaman, tapi berhubung terjadi pemekaran wilayah, Pariaman menjadi
daerha otonom sendiri, maka ibu kota Padang Pariaman menjadi Parit Malintang.
Perjalanan
dari rumah ke Sikucua ditempuh kira-kira 2 jam. Meski Padang Pariaman 60%
wilayahnya di perbukitan, tapi buat masyarakat Padang, wilayah ini identik
dengan pantai. Karena wilayah perkotaan dan lebih padat penduduk berada di
daerah pantai. Nagari Sikucua sendiri berada di perbukitan, Bukit Barisan dan
salah satu daerah yang terkena imbas gempa besar tahun 2009.
Memasuki
wilayah Bukit Barisan, mata kami dimanjakan oleh pemandangan perbukitan dengan
hutan-hutan perawan dan lembah-lembah subur. Kelapa adalah tanaman keras yang
mendominasi tanaman keras disini.Ladang-ladang, bukit dan lembah selalu dihiasi
pohon-pohon kelapa yang menjulang tinggi. Sangat logis, kelapa adalah salah
satu bahan makanan utama untuk makanan khas Minangkabau.
Sangat
beruntung sekali, kondisi jalan di sini berasapal mulus, meski berada terisolir
di atas dan pedalaman Bukit Barisan. Jarang sekali terlihat motor atau mobil
lalu lalang. Hanya saja, di tengah perjalanan kami diterpa hujan meski di
dataran rendah kondisinya panas.
Kami sampai ketujuan (bibi ipar saya) sekitar
tengah hari masih dalam kondisi hujan. Bibinya ipar saya bermata pencarian
sebagai peladang, seperti umumnya masyarakat sana. Saat kami datang, di depan
rumahnya sedang terkumpul buah-buahan, pepaya dan pisang yang akan dibawa ke
Padang. Berbasa basi sebentar kemudian kami disuguhin makan siang dengan lauk
khas Minang berupa rendang dan goreng jengkol balado.
Kondisi jalan sebelum hujan |
Lagi panen |
Lagi panen |
10. Langkuik Burai-burai (Langkuik
Baburai?)
Sebenarnya
kata Langkuik dan Burai-burai sama dengan Sarasah yang bearti air terjun. Tapi
saya urang mengerti nama air terjun ini Langkuik Burai-burai. Mungkin tadinya
masyarakat sekitar cuman menyebutnya Langkuik karena tidak ada namanya
sementara da yang menyebutnya Burai-burai jadinya Langkuik Burai-burai hahahah.
Sama seperti air terjun yang disebut Air Terjun Sarasah padahal sarasah juga
bearti air terjun. Whatever-lah, yang jelas kami melaju ke lokasi air terjun
ini, dengan mobil yang dipenuhi penumpang yang sudah seperti sarden.
Langkuik Burai-burai |
Dalam
kondisi hujan gerimis kami menuju langkuik. Jarak tempuh sekitar 10 menit-an,
melalui jalan yang kiri kanannya hutan dan ladang, dengan kondisi jalan naik
turun dan kelokan-kelokan. Sampai di lokasi dengan papan petunjuk seadanya dari
kayu, kami memarkirkan mobil di rumah salah satu warga (tidak ada lagi rumah
disepanjang jalan terdekat hahaha). Berjalan kaki menyusuri jalan beton sekitar
200m, dengan kiri kanan berupa ladang. Di lembah terlihat aliran sungai dan
sekali lagi, di dominasi oleh kebun kelapa.
Kondisi jalan menuju langkuik |
Kondisi jalan menuju langkuik |
Kondisi jalan menuju langkuik |
Kondisi jalan menuju langkuik |
Sampai di ujung jalan terdapat warung yang menjual
aneka makanan dan minuman ringan. Dari sini kita harus menuruni bukit dengan
kondisi tanah merah dan licin. Meski hati-hati saya sekali harus terjungkal
hahahhaa. Tapi anak-anak sini sepertinya sudah terbiasa menuruni bukit meski
hanya menggunakan sendal jepit. Sampai di bawah terlihat pipa-pipa air dan
bunyi mesin, menurut yang saya baca, disini terdapat PLTA mini.
Di bawah terdapat lagi 2 warung kecil. Dan tidak jauh
dari warung terlihat langkuik yang kami tuju, tersembunyi di belakang tebing.
Di lokasi hanya ada 2 orang pengunjung. Meski liburan
Lebaran, langkuik ini terlihat sangat sepi.
Tinggi langkuik ini sekitar 25 meter, dengan debit air
boleh dibilang cukup besar. Sehingga menghasilkan tampias yang cukup deras yang
membuat basah meski berada agak jauh. Ditambah dengan hujan rintik-rintik
membuat badan terasa dingin.
Langkuik Burai-burai |
Anak-anak turun ke bawah, meski agak susah menuruni
batu besar yang cukup licin. Saya juga ikut turun ke bawah, merasakan dinginnya
air sungai dan mencoba mengambil beberapa foto meski lumayan susah karena
tampias. Beberapa anak muda kelihatan muncul dari bawah, melewati aliran
sungai, mungkin habis susur sungai. Atau mungkin habis trekking mencari air
terjun baru?
Setelah mengambil beberapa foto, kami memutuskan
kembali, terlebih dahulu beli mie instant di warung yang dekat langkuik.
Karena gerimis semakin lebat kami buru-buru
melanjutkan perjalanan. Jalanan yang tadinya licin jadi bertambah licin. Di
rumah kosong di ujung jalan kami berteduh sebentar karena hujan jadi sangat
lebat. Setelah dijemput, kami melanjutkan perjalanan, kali ini mengunjungi
Langkuik Hulu Banda
Berteduh dikala hujan deras |
11. Langkuik Hulu Banda
Langkuik ini berada di Nagari Hulu Banda, kecamatan
Malalak. Jadi langkuik ini sudah beda kecamatan dengan langkuik yang kami
datangai sebelumnya, Langkuik Burai-burai. Awalnya, menurut informasi lokasinya
tidak jauh dari Nagari Sikucua. Ternyata setelah dilewati, lokasinya jauh, hampir
1 jam hahahaha.
Jalan yang kami lewati sangat berliku-liku melewati
puncak-puncak bukit barisan. Di kiri kanan terlihat lembah-lembah hijau
mempesona, kalo ngikutin tren wisata kekinian, cukup di pasang spot foto rumah
pohon, sarang burung raksasa, etc, tinggal dimintain duit 5.000 hahaha.
Lokasi langkuik ini istimewa, tidak seperti yang
lain yang perlu trekking dan keluar masuk hutan, langkuik ini berada didekat
jalan raya.
Setelah mengikuti petunjuk arah ke langkuik, dari
jalan raya, mobil kami mesuk sekitar 200m. Di pinggir kolam terdapat parkiran
dan 2 warung kecil.
Saat itu ada beberapa anak-anak muda sedang
berteduh di saung-saung dan beberapa lagi sedang berenang dan loncat-loncat di
langkuik.
Langkuik ini tingginya sekitar 15m, jatuh
melewati batu tebing dan air nya mengalir dari sungai yang keluar dari hutan
perawan yang ada di belakangnya. Sementara di sisi depan terlihat hamparan
sawah sehingga langkuik ini dikelilingi suasana asri.
Pemandangan sawah depan langkuik |
Karena sudah semakin sore dan gelap, kami
memutuskan untuk kembali. Melewati jalanan basah dan gelap dan sesekali diselimuti
kabut, kami sampai di rumah sodara saya menjelang magrib. Dan perjalanan ini
terasa komplit dengan suguhan durian yang dimbil langsung dari ladang plus
ketan.
Selesai magrib kami melanjutkan jalan pulang ke Padang dan berjanji suatu saat akan kembali lagi karena masih ada air terjun yang belum kami datangi di sekitar sini.
Durian ketan |
- Langkuik Burai-burai: gratis
- Langkuik Hulu banda: parkir seiklasnya
Link terkait:
Komentar
Posting Komentar
Leave you message here...!!!
Tinggalkan komentar Anda di sini...!!!!