Alam Minangkabau: Sarasah Donat, Lembah Harau dan Kelok 9



"Melihat batu cadas yang menjulang tinggi itu, seakan membawa saya ke kenangan masa kecil ketika mengunjungi tempat ini"
Jika bagi sebagian orang pulang mudik lebaran hanya dimanfaatkan untuk silaturahmi, buat saya bearti silaturahmi dan jalan-jalan. Istilahnya sambil menyelam minum air. Mudik 2017 tahun ini saya sudah menyiapkan itinerary meski beberapa diantaranya adalah dadakan/tanpa rencana. Mengambil penerbangan malam, langsung ke rumah Ibuk di Padang, dan besok pagi langsung mulai petualangan.

Berangkat sekitar jam 8 pagi. Itinerary hari ini adalah menuju ke arah Payakumbuh, Kab. 50 Kota. Dari Padang ke Payakumbuh dicapai kira-kira 4 jam. Karena hari itu adalah hari terakhir puasa, jalanan ke arah Bukittinggi/Payakumbuh lebih sepi dibanding hari-hari biasa. Melewati Air Terjun Lembah Anai, yang biasanya sangat ramai pengunjung terlihat sepi. Hanya saja lepas Padang Panjang disuatu perempatan kam terjebak macet. Di lokasi ini memang jadi pusatnya kemacetan meski di hari-hari biasa. Selepas Bukittinggi kami mengambil jalan raya Sumbar-Riau. Perlu dicatat bahwa kota Payakumbuh berbatasan dengan Propinsi Riau. Di kota ini terlihat banyak sekali mobil-mobil prbadi ber-plat Riau yang pulang mudik. Di Riau banyak sekali perantau Minang, dan Lebaran adalah waktu yang tepat untuk pulang kampung.

Nah, tujuan kami sebenarnya bukanlah ke kota Payakumbuh tapi ke Harau, sebuah kecamatan yang terkenal dengan lembahnya. Perjalanan ke Harau seperti mengulang cerita masa kecil dulu karena terakhir ke sana waktu masih SD.

Ke Harau ini dicapai kira-kira 30 menit dari Payakumbuh ke arah Riau. Hampir jam 2 siang kami sampai di gerbang Harau Resort (jangan membayangkan resort-resort privat dan mahal ya disini, resort di sini hanya merujuk ke suatu kawasan). The Journey Start Here...!!!!

1. Sarasah Donat
Sarasah dalam bahasa Minang bearti air terjun, juga bisa disebut Langkuik dan juga Burai-burai. Beberapa ratus meter dari gerbang Harau, di samping sekolah SD/SMP ada jalan desa yang tidak beraspal. Menyusuri jalan ini, kira-kira kurang dari 1 km, di ujung jalan kami pun parkir. Untuk menanyakan lokasi sarasah, kami bertanya pada pemilik warung yang ada di sana. Kami mendapatkan petunjuk bahwa ada 2 sarasah di sana, ternyata 1 sarasah cuman berjarak gak lebih dari 50 meter dari warung, sementara yang satu lagi kami harus naik dan trekking ke atas bukit.

Di sarasah pertama, kami ramai-ramai mengambil foto. Tinggi sarasah sekitar 15m, dengan kolam yang tidak terlalu dalam, yang menandakan bahwa bebatuan disini tahan erosi. Selanjutnya ditemani Ocha, kami menuju sarasah berikutnya, tujuan utama kami, Sarasah donat.
Sarasah yang ada di bawah Sarasah Donat
Memulai trekking, kami harus naik tangga besi yang kemiringannya sekitar 75 derajat dan lumayan banyak anak tangganya. Di kiri anak tangga terdapat pipa saluran air. Sampai di atas, terlihat pemandangan hijau perbukitan di bawah dan perkampungan yang tidak terlalu ramai kemudian kami menyusuri sungai kecil yang airnya sangat bening.
View dari atas
Aliran air dari atas Sarasah Donat
Di tengah perjalan kami bertemu 2 orang anak muda yang memberi info bahwa kami kesasar sudah melewati sarasah. Harusnya tadi setelah melewati anak tangga kami langsung ambil jalur kanan. Kamipun kembali kebawah dan mengikuti arah yang ditunjuk. Sampai dipertigaan kami ambil arah kiri, memang sih sekilas tidak terlihat jalan setapak karena jalurnya tertutup pepohonan. Mengikuti insting ke arah suara aliran sungai, kami menyusuri pinggir tebing. Kurang dari 100m kami menemukan lokasi yang dituju, Sarasah Donat.
Jalur menuju Sarasah Donat
Benar-benar surprise pas menemukan sarasah ini. Tersembunyi diantara pepohonan besar dan bebatuan!!!. Tinggi sarasah ini sekitar 10m, meski kemarau, debit airnya masih terbilang besar. Air terjun ini jatuh melalui bebatuan yang berongga-rongga, rongga-rongga inilah kalau kita lihat dari bawah akan kelihatan seperti bolongan yang menyerupai donat. Untuk membuktikannya saya harus turun ke bawah.
Sarasah Donat
Untuk turun kebawah saya melewati salah satu bolongan yang lingkarnya kira-kira lebih besar dikit ukuran badan orang dewasa. Untuk mencapai kesana kita harus melewati bebatuan yang berlumut, jadi harus jalan hati-hati. Sampai di lobang tempat turunan, untungnya ada pohon kecil yang dipakai untuk pegangan. Sampai dibawah, kita harus jalan menunduk untuk masuk ke tempat jatuhnya sarasah. Di sini kita juga harus ekstra hati-hati karena di belakang kita berupa tebing yang yang dibawahnya adalah kolam yang selanjutnya alirannya akan jatuh ditebing dan membentuk sarasah yang tadi kami lihat di bawah.
Sarasah Donat dar bawah
Air kolam yang saya masuki dalamnya kira-kira sedengkul. Tampias yang ditimbulkan terbang melewati lorong tempat kita masuk. Jadi sangat kesulitan kalau mengambil foto dengan kamera DSRL. Tebing batu disekitar sarasah dipenuhi akar pohon yang berwarna kecoklatan, kontras dengan bebatuan yang berwarna abu-abu kehijauan, menambah cantiknya sarasah ini. Karena Ocha gak saya bolehkan untuk turun, jadi cuma menunggu di atas.
Setelah mengambil foto berulang-ulang (karena lensanya basah kena tampias) akhirnya kami kembali, juga karena hari sudah mulai sore.
Kami melanjutkan perjalanan ke Lembah Harau.

2. Lembah Harau
Lembah Harau adalah sebuah lembah yang sangat subur. Lembah ini masuk Cagar Alam dengan luas sekitar 270 hektar. Di sepanjang jalan kita bisa menyaksikan pemandangan yang menakjubkan, kiri kanan terlihat hamparan sawah yang menghijau dan dikelilingi oleh batu-batu cadas yang berwarna-warni. Batu-batu cadas ini mempunyai kemiringan tegak lurus dengan ketinggian 100-300meter. Seiring perkembangan pariwissata, di kiri-kanan sudah banyak bermunculan homestay-homestay yang dimiliki masyrakat sekitar, jadi jangan harap ada hotel berbintang di area resot ini!!!.
Melihat batu cadas yang menjulang tinggi itu, seakan membawa saya ke kenangan masa kecil ketika mengunjungi tempat ini.
Di salah satu sudut Lembah Harau
Di salah satu sudut Lembah Harau
Aerial view Lembah Harau
Sampai di pertigaan dimana di spot ini terdapat spot yang menjadi icon Lembah Harau. Di sini juga areanya juga berbeda, di sebelah kiri terdapat area Resort Sarasah Aka Barayun (Akar Berayun) dimana terdapat Sarasah Aka Barayun (sayang pada saat kami datang airnya sangat kecil).
Sarasah Aka Barayun

Di bagian kanan terdapat Resort Sarasah Bunta. Karena sudah mulai sore, kami mencari penginapan di area kanan, Sarasah Bunta. Kami mendapatkan satu homestay dengan 2 kamar tidur seharga Rp. 600.000.
View di penginapan
View di penginapan
View di penginapan
Setelah check-in kamipun meng-explore area ini. Terdapat air terjun yang bernama Sarasah Bunta. Ada 3 air terjun disini. Air terjun pertama ada 2 tingkat, dan jatuh kekolam bawah melewati tebing yang hanya terlihat dari samping. Meski debitnya tidak terlalu besar tapi cukup untuk pengunjung untuk berenang terutama anak-anak. Sarasah kedua, debit airnya sangat kecil, karena saking tingginya, air yang jatuh sampai ke bawah seperti shower. Kolam dibawah cukup luas tapi tidak dalam. Sarasah ketiga, ini banyak pengunjungnya yang kebetulan hari itu banyak sekali yang kemping, sepertinya rombongan dari Medan. Debit airnya lumayan besar sehingga ini yang membuat sarasah ini lebih ramai pengunjungnya di antara semua sarasah.
Sarasah Bunta #1
Sarasah Bunta #1
Sarasah Bunta #1, airnya mengalir diantara celah batu cadas
Sarasah Bunta #2



Sarasah Bunta #2
Sarasah Bunta #3
Sarasah Bunta #3
Hari sudah mulai sore. Kamipun  bersiap untuk berbuka. Karena tidak ada yang menjual makanan di area resort, kamipun membeli makanan jauh keluar dari area resort. Malam itu kami menghabiskan malam terakhir di bulan Ramadhan tahun ini.
Suasana homestay tempat kami menginap
Berbuka puasa terakhir di tahun ini

3. Kelok 9
Kelok Sembilan ini berada di lembah digugusan bukit barisan. Inilah jalan penghubung Sumbar-Riau. Dahulunya memang ada 9 kelokan//belokan, tapi diperbaiki dan dibuat jembatan laying, sehingga namanya sekarang dikenal dengan sebutan Jembatan Layang Kelok 9. Perbaikan ini di resmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2013. Tapi harap dicatat, Kelok 9 ini lebih tua dibanding umur negara ini, karena dibangun di jaman kolonial, tahun 1910.
Di salah satu sudut Kelok 9
Di salah satu sudut Kelok 9
Di salah satu sudut Kelok 9
Saat ini, banyak sekali bermunculan pedagang-pedang kaki lima (saya tidak tahu apakah ini legal apa tidak) di sepanjang jembatan layang. Ditambah lagi banyak pemudik dari arah Riau memasuki Payakumbuh dan beristirahat di warung-warung sepanjang jembatan. Jadi kalau mengambil foto jangan harap akan mendapatkan foto seperti yang ada di internet yang sepertinya diambil dahulu sekali.

Tidak lama kami di sini, karena sudah siang dan cuaca mulai panas, kamipun melanjutkan perjalanan ke Padang Panjang, tempat untuk merayakan Lebaran tahun ini. Walaupun singkat tapi cukup mengobati rindu dan napak tilas kenangan masa kecil dulu.

Biaya-biaya:
- Sarasah Donat: gratis
- Lembah Harau: gratis

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selabintana Juga Punya Curug Cibeureum..... !!!

Wisata Tenjolaya-Bogor Part X: Curug Ciseeng

Eksplor Desa Puraseda 4: Curug Puraseda dan Curug Tengah