Banda Aceh: Menyusuri Kenangan Tsunami Aceh 2004



Hari Kelima, 09 Mei 2016
Untuk mengejar kapal penyeberangan jam 08.00 pagi, pukul 06.30 kami sudah berangkat ke Pelabuhan Balohan. Sampai di pelabuhan masih agak sepi, loket juga belum dibuka karena petugas belum datang. Kira-kira jam 8 lewat petugas baru datang. Kami memilih kapal express Exekutif Rp. 80.000 (kalau VIP Rp, 100.000). Setelah beli tiket kami sempatkan dulu sarapan di kantin di ruang tunggu, menunya kue-kue basah plus teh manis hangat.

Harga resmi tiket
Tepat jam 8.00 kapal pun berangkat, penumpang tidak membludak, semuanya dapat tempat duduk dan masih terlihat beberapa kosong. Mungkin karena libur panjang sudah usai hehehe...
Di dak atas
Bosan duduk, kami pindah ke dek atas, dengan udara dan pandangan ke laut. Katanya kadang-kadang keliatan lumba-lumba berloncatan. Mungkin kami sedang tidak beruntung, tidak keliatan satupun lumba-lumba. Hampir jam 9.00 kami sudah sampai ke Pelabuhan Ulee Lheue. Kami sudah di tunggu oleh sopir yang dulu ngantar kami dari airport, sewa mobil jam 9-14.00 (jadwal pesawat jam 15.40) sudah di sepakati Rp. 300.000.

Tujuan kami yang pertama yaitu mengunjungi situs PLTD Apung. Situs ini berada 5km dari Pantai, terseret Tsunami dari lokasinya di laut. Bisa dibayangkan dasyatnya Tsunami, kapal dengan berat 2.600 Tons diseret sejauh 5 km dari pantai.
Sekarang di sekitar lokasi sudah berupa perkampungan lagi, tidak terlihat sama sekali disini dulu adalah bekas Tsunami.
Area ini dengan pemukiman dibatasi oleh pagar. Memasuki gerbang utama kita disambut oleh penjaga. Ada buku tamu yang kita isi (gak wajib sih). Dan penjaga akan menjelaskan singkat area-area, misalnya ada museum di dalam kapal, view di dek atas, dll.
Di bagian depan terlihat sebuah Tugu, tugu ini di tuliskan nama-nama para korban Tsunami yang berasal dari area sekitar. Saya tidak sanggup membacanya, sedih.....
Tugu di depan Situs
Nama-nama korban dari desa sekitar

Untuk naik ke kapal disediakan jembatan yang didesign sedemikian rupa sehingga pengunjung bisa melihat kapal dari berbagai sudut. Di beberapa tempat masih terlihat puing-puing rumah bekas Tsunami.
Penampakan situs PLTD Apung
Penampakan situs PLTD Apung
Penampakan situs PLTD Apung
Memasuki area dalam kapal, yang sudah dimodifikasi, terlihat display, video, kesaksian korban Tsunami.
Display ruangan dalam PLTD
Display ruangan dalam PLTD
Teropong di atas dak
Naik ke dek atas kita bias melihat pemandangan kota Banda Aceh dan Mesjid Baiturrahman dengan kubah hitamnya.
Selanjutnya kami menuju Museum Tsunami. Museum ini di design oleh Ridwan Kamil. Berasitektur futuristic. Museum ini banyak didatangi oleh Turis mancanegara dan local (tapi sepertinya hampir tidak ada penduduk local Aceh, karena bisa dimaklumi karena trauma masa lalu).
Seperti biasa, tidak dipungut biaya parkir ataupun karcis masuk Museum ini. Sebelum masuk ke lorong gelap, ada tulisan buat yang trauma masa lalu dilarang masuk.
Heli ini ada di dekat pintu masuk meseum
Lorong masuk
Lorong masuk di design seolah-olah suasana mencekam kala Tsunami, dengan suara air bergemuruh, lampu yang temaran dan suara air dikiri kanan dan gemericik air yang membasahi pengunjung.

Di ujung lorong kita dapati display-display yang ditata mirip batu nisan. Di display kita akan lihat foto-foto keadaan Aceh pasca Tsunami.
Dispay di

Ruang Sumur Do'a
Berikutnya adalah Ruang Sumur Doa (Blessing Chamber), sebuah ruangan berupa sumur besar, dan didindingnya ditulis nama-nama korban Tsunami. Di puncaknya tertulis nama Allah dengan lampu putih. Melihat ruang ini kita diingatkan bahwa kekuasaan tertinggi ada di tangan Allah dan kepadaNya lah akhirnya kita kembali...
Ruang Sumur Do'a
Setelah Ruang Sumur Doa, kita akan melewati lorong berupa jembatan besar yang di atasnya bergantungan ucapan Damai dalam segala bahasa, seolah-olah sebuah harapan agar Aceh tetap Damai...
Jembatan penghubung
Ruang terakhir adalah display-display yang menceritakan keadaan Aceh saat Tsunami dan setelah Tsunami (restorasi).
Setelah mengunjungi Museum Tsunami, kami melanjutkan perjalanan ke Mesjid Baiturrahman, salah satu masjid bersejarah, yang tidak hancur saat Tsunami dan tempat bernaung ribuan orang pada saat kejadian
Sayang sekali pada saat kunjungan sedang ada pekerjaan besar-besaran, kabarnya akan dibangun paying-paying seperti di masjid di Madinah. Jadi kita tidak dapat mengambil foto dari depan (keseluruhan). Jadi kita hanya bias ambil foto detail atau di dalam saja.
Kondisi saat renovasi
Sebelum masuk masjid, turis yang berpakaian ketat dipinjamkan rok atau baju besar.
Di tangga masuk mesjid
interior mesjid
Interior mesjid
Kubah hitam ciri khas masjid ini
Oh iya, masjid ini bias di pakai buat foto-foto prewed juga, ini terlihat saat itu ada pasangan yang melakukan sesi photo di pekarangan mau pun di dalam masjid.

Selanjutnya kami mengunjungi Taman Sari, yaitu tempat pemandian istri Raja Iskandar Muda, yang merupakan putri Pahang. Lokasinya tidak jauh dari masjid cuman beberapa ratus meter.

Taman Sari
Bangunan ini cukup mencolok karena berada di samping jalan raya. Ada 2 bangunan yang berwarna putih. Satu bangunan di depan berupa pintu masuk/keluar Permaisuri yang ingin mandi. Dan satu lagi yanitu tempat pemandian.
Panjang lorong dari pemandian ke istana (sekarang jadi rumah dinas gubernur) yaitu sekitar 500 meter. Dan ada lagi lorong yang mengarah ke tempat lain, ini berfungsi untuk melarikan diri keluarga kerajaan kalau terjadi apa-apa. Oh iya kata driver nya, dulu lorong ini pernah dimasuki sama anak-anak dan kabarnya hilang, sehingga pintu lorongnya tertutup.. ngeri juga ya pemirsa....
Taman Sari
Taman Sari
Galeri tsunami di Kapal di Atas Rumah
Setelah mengambil beberapa foto kami melanjutkan perjalanan ke Situs Kapal di Atas Rumah. Situs ini berada di perkampungan (sekarang sudah jadi kampung lagi). Sebuah kapal besar yang terseret Tsunami dan setelah surut terdampat di reruntuhan rumah.
Rumah yang hancur dibiarkan seperti adanya. Untuk melihat dari atas disediakan tangga seperti jembatan (tapi kapalnya tidak boleh dinaiki).
Keadaan Kapal di Atas Rumah
Keadaan Kapal di Atas Rumah
Narasi Kapal di Atas Rumah
Karena kapalnya dari kayu, sepertinya kondisi kapalnya mulai rapuh seiring bertambahnya usia karena terbuat dari kayu.
Tidak banyak yang bisa dilihat disini selain Kapal ini. Kamipun melanjutkan perjalanan. Oh iya karena parkirnya di pekarangan rumah warga, kita dikenai parkir Rp. 5.000 sedangkan melihat situs ini gratis.
karena sudah jam 12 lewat kami pun makan siang. Kali ini menunya benar-benar ''Aceh" hahaha yaitu dengan ciri khas kari (dan daun kari). Selanjutnya kami membeli oleh-oleh dulu yaitu kopi Aceh sebelum ke airport.
Ayam goreng plus daun kari
all about kari
udang plus daun kari renyah
gule kambing
Kopi Aceh (biji)
Kopi Aceh

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selabintana Juga Punya Curug Cibeureum..... !!!

Wisata Tenjolaya-Bogor Part X: Curug Ciseeng

Eksplor Solok Selatan Bagian 4: Kebun Teh Alahan Panjang, Mesjid Tuo Kayu Jao dan Danau Di Ateh (Danau Kembar)